A. TAYAMMUM
1. Hadist dan Terjemah
Artinya :
” dari ‘Ammar bin Yasir di mana ada seseorang datang kepada Umar bin Khattab lalu berkata, “saya junub akan tetapi tidak menemukan air”. Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin Khattab, “apakah kamu tidak ingat sewaktu kami, saya dan kamu, berada dalam satu perjalanan, di mana kamu tidak mengerjakan shalat sedangkan saya berguling-guling di tanah lalu mengerjakan shalat, lantas saya melaporkan kepada Nabi saw, lalu nabi bersabda, sebenarnya kamu cukup melakukan seperti ini” lantas nabi saw memukulkan dua telapak tangannya dan meniup kedua telapak tangannya itu. Kemudan dengan telapak tangannya beliau mengusapa muka dan kedua telapak tangannya.”(HR. Bukhori)
2. Takhrij Hadist
Hadist ini shahih yang diriwayatkan oleh Bukhori, Ahmad, Abu Dawud dan Al-baihaqi
3. Kandungan Hadist
Di dalam hadist ini ditemukan tata cara bertayammum:
a. Memukulkan dua telapak tangannya ke debu (tanah)
b. Meniup kedua telapak tangan tersebut agar debunya menjadi tipis
c. Dengan tangan itu diusap muka dan kedua telapak tangannya.
4. Penjelasan Hadist
Makna yamg terkandung dalam hadist di atas adalah untuk memberikan pelajaran kepada kita bahwa tayammum dibolehkan bagi orang yang berhadast kecil maupun berhadast besar, baik di waktu mukim atau di perjalanan. Tayammum dalam bersuci kedudukannya berfungsi sebagai pengganti wudhuk dan mandi. Dan cara mengerjakannya tidak sama dengan cara berwudhuk. Hanya dua dari anggota badan yang dikenai tayammum, yaitu muka/wajah dan dua tangan.
Adapun cara melakukannya dilakukan dengan dua tahap;
a. Meletakkan/ memukulkan dua telapak tangan ke tanah kemudian ditiup lalu mengusapkannya pada wajah.
b. Meletakkan atau memukulkan kembali dua telapak tangan ke tanah lain (di tempat lain), lalu ditiup kemudian mengusapkannya dari ujung jari telapak tangan sebelah belakang sampai siku, dengan cara mengusapkan tangan yang kanan dengan tangan kiri dan tangan yang kiri dengan tangan yang kanan.
Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah saw,
Dari ibn Umar ra.ia berkata, “ Rasulullah saw bersabda, tayammum itu terdiri dari dua pukulan (pada tanah). Satu pukulan untuk muka dan satu pukulan untuk dua tangan sampai dua siku’. (Riwayat Daruquthni).
Benda yang digunakan dalam bertayammum adalah debu yang suci. Sebagaimana sabda Nabi,
Dari hudzaifah ra. Ia berkata, “Debunya di jadikan untuk kami sebagai alat untuk bersuci bila tidak menjumpai air”. Dan menurut Ahmad dari Ali, “Debu dijadikan alat bersuci untukku.”
Sedangkan mengenai penggunaan debu dalam bertayammum sering juga dikatakan dengan tanah atau bumi. Penyebutan kata “bumi” dengan mutlak untuk kebolehan tayammum adalah salah satu riwayat hadis yang terkenal, dan penyebutan debu, yang berarti muqayyad pada riwayat lain, yaitu sabda Rasulullah,
Bahwasannya Rasullah saw. Bersabda, seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai mesjid dan alat bersuci.” (Riwayat Ahmad).
Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan bumi disini adalah debu yang suci. Debu yang suci digunakan sebagai alat bertayammum pengganti wudhuk dan mandi guna mengangkatkan hadast kecil dan besar pada jasad seseorang.
B. MANDI JANABAH
1. Hadist dan Terjemah
Dari Aisyah isteri nabi saw. Bahwasannya apabila nabi mandi Karena janabah maka beliau mulai membasuh kedua tangannya, kemudian berwuduk seperti wuduk untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air lalu dengan jari-jarinya itu beliau membersihkan tempat tumbuhnya rambut, kemudian menuangkan air ke atas kepalanya sampai tiga kali siram dengan kedua tangannya, kemudian beliau menyiramkan air ke semua anggota tubuhnya.
2. Takhrij Hadist
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Al- Bukhari, muslim dan Nasa’i, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, Asy-Syafi’i di dalam al-musnad, Abd Ar-Razzaq di dalam Al-Mushannaf, dan al-Baghdawi dalam Syarh as-Sunnah.
3. Kandungan Hadist
- Memulai dengan membasuh kedua tangan
- Berwuduk seperti wuduk shalat
- Memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air lalu dengan jari-jarinya itu beliau membersihkan tempat tumbuhnya rambut
- Menuangkan air ke atas kepalanya sampai tiga kali siram dengan kedua tangan
- Dan menyiramkan air ke semua anggota tubuh
4. Penjelasan Hadist
Hadist tersebut menjelaskan pelaksanaan mandi janabah yang dilaksanakan Rasulullah sangat teratur dan mempunyai tertib serta urutan dalam mensucikan tubuhnya.
Kendatipun masalah mandi ini secara sekilas menyangkut aspek jasmaniah tetapi pada dasarnya sangat berpengaruh pada aspek rohani (jiwa) manusia. Karena mandi janabah merupakan salah satu cabang dari pada ibadah raga yang turut manantukan diterima atau ditolaknya ibadah seseorang.
Diantara hal yang memajibkan seseorang mandi janabah adalah terjadi persenggamaan antara suami isteri dengan bertemunya dua khitan, baik mengeluarkan mani atau tidak. Sebagaimana hadis berikut;
Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda; apabila seseorang duduk diantara cabang yang empat (bertemunya keempat paha) kemudian menekan (kemaluan) pada isterinya maka ia wajib mandi. HR. Al-Bukhari.
Adapun mandi janabah itu sunnat disegerakan selesai bersenggama. Bahkan bagi orang yang ingin mengulangi persenggamaan sunnat pula sekurang-kurangnya mengambil wuduk. Menurut hadist Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah bersabda;
Apabila seseorang diantara kamu mendatangi isterinya kemudian ingin mengulangi, hendaklah berwuduk di antara dua persenggamaan. HR. Al-Bukhari.
Riwayat Al-Hakim menambahkan;
Karena sesungguhnya mengambil wuduk di antara dua persenggamaan itu lebih merajinkan (menyegarkan) untuk mengulanginya.
Salah satu hikmah mandi janabah adalah untuk menyegarkan tubuh sesudah lemas dan untuk menjaga kebersihan. Orang yang melakukan senggama dua atau tiga kali, mandi junubnya cukup sekali, karena Rasulullah memenuhi kebutuhan beberapa isterinya dalam satu malam dengan sekali mandi.
Orang yang dalam keadaan junub sebelum mandi wajib, sebaiknya tidak membuang bagian tubuhnya seperti memotong kuku, berpangkas dan mencukur kumis. Wanita yang dalam keadaan berhadast besar harus menjaga rambutnya jangan sampai gugur ketika bersisir. Jika ada yang gugur sebaiknya dibawa mandi. Jika tidak, maka ia nanti pada hari kiamat, menurut pendapat imam Al-Ghazali akan menuntut pemiliknya. Namun pendapat ini tidak ditemukan dalam hadist.
DAFTAR PUSTAKA
v Hamid Ritonga, Abdul. 2009. “HADIS Seputar Fiqh dan Sosial Kemasyarakatan”. Cita Pustaka Media Perintis. Bandung.
v Machfuddin Aladip, Mohammad. 2003. “TERJEMAHAN BULUGHUL MARAM”. Toha Putra . Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar