Jumat, 20 Januari 2012

ALQURAN SEBAGAI SUMBER AGAMA

ALQURAN SEBAGAI SUMBER AGAMA

A Peranan dan fungsi alquran

Sebelum membahas pengertian sumber hukum Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian hukum Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Hukum Islam disebut juga syariat atau hukum Allah SWT, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan Allah SWT sebagaimana terkandung dalam kitab suci Alquran dan hadis (sunah). Syariat Islam juga merupakan hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim maupun bukan muslim.

Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntutan Allah SWT (Alquran dan hadis) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.

Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadis) berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan mubah.

Ulama usul fikih membagi hukum Islam menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifiy dan hukum wadh’iy, sebagai berikut :

A. Hukum Taklify

Adalah tuntutan Allah SWT yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklify tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu:

  • Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan tidak boleh (dilarang) ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman.
  • An-nadb, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya akan mendapat pahala (kebaikan), tetapi jika ditinggalkan tidak akan mendapat hukuman (tidak berdosa).
  • Al-ibahah yaitu firman Allah (Alquran dan hadis) yang mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya.
  • Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti. Hal itu menjadikan tuntutan tersebut sebagai al-karahah, yakni anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi kalau perbuatan itu dikerjakan juga, maka pelakunya tidak dikenai hukuman.
  • At-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan itu wajib dipenuhi. Jika perbuatan itu dikerjakan maka pelakunya akan mendapat hukuman (dianggap berdosa).

Sedangkan menurut ulama fikih perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum yaitu orang yang sudah balig dan berakal sehat) itu jika ditinjau dari syariat (hukum Islam) dibagi menjadi menjadi lima macam, yaitu:

a. Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat pahala, tetapi apabila ditinggalkan akan mendapat hukuman (dianggap berdosa). Perbuatan wajib ditinjau dari segi orang yang melakukannya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Fardu ‘ain: perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti salat lima waktu.

2. Fardu kifayyah: perbuatan yang harus dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, maka anggota-anggota masyarakat lainnya tidak dikenai kewajiban lagi. Namun, apabila perbuatan yang hukumnya fardu kifayyah itu, tidak dikerjakan oleh seorang pun dari anggota masyarakat, maka seluruh anggota masyarakat dianggap berdosa. Contohnya: memandikan, mengafani, mensalatkan dan menguburkan jenazah seorang muslim, membangun mesjid dan rumah sakit.

b. Sunnah (mandub), yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan, pelakunya akan mendapat pahala, tetapi apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Perbuatan sunnah dibagi dua:

1.Sunnah ‘ain: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu. Misalnya: salat sunnah rawatib.

2.Sunnah kifayyah: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh salah seorang (beberapa orang) dari golongan masyarakat. Misalnya: mendoakan muslim/muslimah dan memberi salam.

c. Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya dianggap berdosa dan akan mendapat siksa, tetapi apabila ditinggalkan maka pelakunya akan mendapat pahala. Misalnya: berzina, mencuri, membunuh.

d. Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya tidak akan mendapat siksa, tetapi apabila ditinggalkan maka pelakunya akan mendapat pahala. Misalnya: meninggalkan salat Dhuha.

e. Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Misalnya: usaha-usaha yang halal melebihi kebutuhan pokoknya dan memilih warna pakaian penutup auratnya.

B. Hukum Wad’iy

Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya
sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum). Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum wad’iy itu terdiri dari 3 macam:

  1. Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan oleh nas (Alquran dan hadis), bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum. Misalnya: tergelincirnya matahri menjadi sebab wajibnya Salat Zuhur, terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya Salat Magrib. Dengan demikian, jika matahari belum tergelincir maka Salat Zuhur belum wajib dilakukan.
  2. Syarat, yaitu sesuatu yang berada di luar hukum syarak, tetapi keberadaan hukum syarak tergantung kepadanya. Jika syarat tidak ada, maka hukum pun tidak ada. Misalnya: genap satu tahun (haul), adalah syarat wajibnya harta perniagaan. Jika tidak ada haul, tidak ada kewajiban zakat harta perniagaan tersebut.
  3. Mani (penghalang), yaitu sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab bagi hukum. Misalnya: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang mengerjakan salat menyebabkan salatnya tidak sah (menghalangi sahnya salat).

Setelah kita mengetahui pengertian hukum atau syariat Islam, barulah kita mengetahui pengertian sumber hukum Islam. Yang dimaksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian, sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam.

Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan Hadis. Dalam sabdanya Nabi SAW menyatakan, “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaki). Di samping itu pula, para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam, setelah Alquran dan hadis.

Seluruh hukum produk manusia adalah subyektif. Hal ini dikarenakan minimnya ilmu yang diberikan Allah Swt. tentang kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang. Sedangkan hukum Allah Swt. adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.

Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi Muhammad dengan sahabat beliau Mu’az bin Jabal, yakni terdiri dari tiga sumber yaitu al-Qur’an (kitabullah), as-Sunnah (kini dihimpun dalam hadis), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.

Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:

  • Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
  • Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
  • Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

C. Fungsi Alquran

1.Petunjuk bagi Manusia

2. Sumber pokok ajaran islam.

Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan yang secara umum seperti misalnya hukum, ibadah, ekonomi dan lain sebagainya.

4. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.

Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.

5. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.

Tujuan Pokok Al-Quran

1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

3.Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, “Al-Quran adalah petunjuk bagi selunih manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”

B. Pendekatan Memahami Al-quran

Adapun pokok-pokok kandungan dalam al-Qur’an antara lain:

  1. Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
  2. Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
  3. Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
  4. Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.

C. Alquran Sebagai Kalamullah.

Secara etimologis, al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan. Allah berfirman :

“ Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya”.

(al Qiyamah [75]:17-18).

Sedangkan menurut para ulama klasik, al-Qur’an didefinisikan sebagai berikut: Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa Arab, merupakan mu’jizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

D. Ulumul Quran dan Tafsir Al-quran

Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang kandungan alquran dengan melihat asbabunnuzul ( sebab turunnya ayat), letak dimana ayat itu diturunkan, dan semua yang berkaitan dengan sejarah turunnya Al-Quran.

Banyak sekali masyarakat ya ng mengartikan tafsir dengan terjemah adalah sama. Padahal kalau dilihat dari kacamata penelitian, tafsir dan terjemah sangat jauh bedanya. Tafsir ialah menerjemahkan bahasa asing ke bahasa yang diinginkan, dengan meninjau kembali arti disetiap katanya. Kemudian terjemah adalah menerjemahkan satu bahasa dengan bahasa yang diinginkan dan sudah dirangkum serta jelas pula maknanya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Yatim, Badri,Sejarah Peradaban Islam, 1993, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
  • Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, 2008 ; Bandung
  • http://mandikopa.multiply.com/journal
  • http://hbis.wordpress.com/2009/11/11/makalah-al-quran-sebagai-sumber-hukum-islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar