Jumat, 20 Januari 2012

LEARNING DIFFICULTIES (KESULITAN BELAJAR) / LD (by: Ayub dkk)

BAB I

LEARNING DIFFICULTIES (KESULITAN BELAJAR) / LD

A. Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan Belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan belajar spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.

Pengertian Kesulitan Belajar adalah hambatan/ gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak ( gangguan neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang berbeda, baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun sosial-emosional.[1]

Oleh karena itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya mesing-masing secara individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula, sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing.

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian antara lain kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar.

Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. “Dalam keadaan di mana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar”.

B. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ked alam dua golongan, yaitu :

1. Faktor Intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi :

a. Faktor Fisiologi

b. Faktor Psikologi

2. Faktor Ekstern (faktor dari luar manusia) meliputi :

a. Faktor Keluarga

b. Faktor Sekolah

c. Faktor Media Masa dan Lingkungan Sosial

1. Faktor Intern

a. Faktor Fisiologi

Ø Karena sakit. Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya. Sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, yang mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya.

Ø Karena kurang sehat. Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat, pikirannya terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan dan respon pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, menginterprestasi dan mengorganisir bahan pelajaran melalui inderanya.

Ø Sebab karena cacat tubuh

Cacat tubuh dibedakan atas :

a) Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatanm gangguan psikomotor

b) Cacat tubuh yang tetap (serius) buta, tuli, bisu, hilangan tangannya dan kakinya.

Bagi golongan yang serius, maka harus masuk pendidikan khusus seperti SLB, Bisu Tuli, TPAC-SROC. Bagi golongan yang ringan, masih banyak mengikuti placement yang tepat.

b. Faktor Psikologi

Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-hal di atas ada pada diri anak maka belajar sulit dapat masuk. Apabila dirinci faktor psikologi itu meliputi antara lain :

1) Intelegensi

Anak yang IQ tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dengan menamatkan SD tepat pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, 140 ke atas tergolong genius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Jadi semakin tinggi IQ seseorang akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental (mentally defective). Anak inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar. Mereka ini digolongkan debil, embisil, ediot.

Golongan debil walalupun umurnya telah 25 tahun, kecerdasan mereka setingkat dengan anak normal umur 12 tahun. Golongan embisil hanya mampu mencapai tingkat anak normal umur 7 tahun. Golongan ediot kecakapannya menyamai anak normal umur 3 tahun. Anak yang tergolong lemah mental ini sangat terbatas kecakapannya.

2) B a k a t

Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan. Seseorang yang berbakat di bidang teknik tetapi di bidang olahraga lemah. Anak yang berbakat teknik akan mudah mempelajari matematika, fisika, konstruksi mesin. Anak yang berbakat olahraga mereka akan berkembang di bidang olahraga, lari, lompat, sepak bola, dan lain-lain. Jadi seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya ia akan cepat bosan, mudah putus asa, tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau pelajaran sehingga nilainya rendah.

3) M i n a t

Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada mintanya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak menimbulkan problema dalam dirinya.

4) Motivasi

Motivasi sebagai intern (bathin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalahnya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran akibat banyak mengalami kesulitan belajar.

2. Faktor Ekstern

a. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk faktor ini adalah :

a) Cara mendidik anak

Orang tua yang tidak/kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, mungkin acuh tak acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya, akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya. Orang tua yang bersifat kejam, otoriter, akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak. Sebenarnya orang tua mengharapkan anaknya pandai, baik, cepat berhasil, tetapi malah menjadi takut, hingga rasa harga diri kurang. Orang tua lemah, suka memanjakan anak, ia tidak rela anaknya bersusah payah belajar, menderita, berusaha keras, akibatnya anak tidak mempunyai kemampuan dan kemauan.

b) Hubungan orang tua dan anak

Sifat hubungan orang tua dan anak sering dilupakan. Yang dimaksud hubungan adalah kasih sayang, penuh pengertian atau kebencian, sikap keras, acuh tak acuh, memanjakan dan lain-lain. Kasih sayang dari orang tua, perhatian atau penghargaan kepada anak-anak menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya kasih sayang akan menimbulkan emosional insecurity. Kasih sayang dari orang tua dapat berupa :

- Apakah orang tua sering meluangkan waktunya untuk omong-omong bergurau dengan anak-anak.

- Biasakan orang tua membicarakan kebutuhan keluarga dengan anak-anaknya.

c) Contoh bimbingan dari orang tua

Orang tua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua yang sibuk bekerja, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak tidak mendapatkan pengawasan/bimbingan dari orang tua, hingga kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.

d) Suasana Rumah/keluarga

Suasana keluarga yang sangat ramai/gaduh, tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar. Demikian juga suasana rumah yang selalu tegang, selalu banyak cekcok di antara anggota keluarga selalu ditimpa kesedihan, antara ayah dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak tidak sehat mentalnya.

e) Faktor ekonomi keluarga

Ø Ekonomi yang kurang/miskin

Keadaan ini akan menimbulkan :

1) Kurangnya alat-alat belajar

2) Kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua

3) Tidak mempunyai tempat belajar yang baik

Keadaan perelatan seperti pensil, tinta, penggaris, buku tulis, buku pelajaran, jangka dan lain-lain akan membantu kelancaran belajar. Kurangnya alat-alat itu akan menghambat kemajuan belajar anak.

Ø Ekonomi yang berlebihan/kaya

Keadaan ini sebaliknya dari keadaan yang pertama, dimana ekonomi keluarga berlimpah ruah. Mereka akan menjadi enggan belajar karena ia terlalu banyak bersenangan-senang. Mungkin ia dimanjakan oleh orang tuanya, orang tua tidak tahan melihat anaknya belajar dengan bersusah payah. Keadaan seperti ini akan dapat menghambat kemajuan belajar.

b. Faktor Sekolah

Yang dimaksud sekolah, antara lain adalah :

1) Guru, guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar apabila :

a) Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa saja terjadi, karena kurang menguasai materi dan kurang persiapan, sehingga cara menerangkan kurang jelas, sukar dimengerti oleh murid-muridnya.

b) Hubungan guru dengan murid kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya, seperti :

(1) Kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak, suka membentak, dan lain-lain.

(2) Tak pandai menerangkan, sinis dan sombong.

(3) Menjengkelkan, tinggi hati, pelit dalam memberi angka, tak adil dan lain-lain.

c) Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Hal ini bisa terjadi pada guru yang masih muda yang belum berpengalaman hingga belum dapat mengukur kemampuan murid-murid, sehingga hanya sebagian kecil muridnya dapat berhasil dengan baik.

d) Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar. Misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan anak-anak, dan sebagainya.

2) A l a t

Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan belajar.

3) Kondisi Gedung

Kondisi gedung sekolah juga mendukung proses belajar mengajar, karena kalaulah posisi gedung, struktur gedung tidak memberikan kenyamanan maka akan mengganggu belajar siswa. Misalanya gedung dekat keramaian, ruangan gelap, lantai basah, ruangan sempit, maka situasi belajar akan kurang baik.

4) Kurikulum

Kurikulum yang kurang baik misalnya :

a) Bahan-bahannya terlalu tinggi

b) Pembagian bahan tidak seimbang (kelas I banyak pelajaran dan kelas-kelasnya di atasnya sedikit pelajarannya)

Hal-hal itu akan membawa kesulitan belajar bagi murid-murid. Sebaliknya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, akan membawa kesuksesan dalam belajar.

5) Waktu Sekolah dan Disiplin Kurang

Apabila sekolah masuk sore, siang, malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran. Sebab energy sudah berkurang, di samping udara yang relatif panas diwaktu siang, dapat mempercepat proses kelelahan. Waktu dalam kondisi fisik sudah minta istirahat. Di samping itu pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya murid-murid liar, sering terlambat datang, tugas yang diberikan tidak dilaksanakan, kwajiban dilalaikan, sekolah berjalan tanpa kendali. Lebih-lebih lagi gurunya kurang disiplin akan banyak mengalami hambatan dalam belajar.

c. Faktor Media Masa dan Lingkungan Sosial

1) Faktor media masa meliputi : bioskop, TV, Surat Kabar, Majalah, Buku-buku komik yang ada di sekeliling kita. Hal-hal itu akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk itu, hingga lupa akan tugasnya belajar.

2) Lingkungan Sosial

a. Teman bergaul. Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan cepat masuk dala jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah. Kewajiban orang tua adalah mengawasi mereka serta mencegahnya agar mengurangi pergaulan dengan mereka.

b. Lingkungan tetangga. Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, minum arak, menganggur, tidak suka belajar, akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah. Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter, insinyur, dosen, akan mendorong semangat belajar anak.[2]

C. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar

Mengatasi kesulitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar sebagaimana diuraikan di atas. Oleh karena itu, mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar. Untuk dapat memberikan bantuan dan bimbingan yang efektif, maka seorang guru/pendidik terlebih dahulu melakukan diagnosis dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap.

1) Pengumpulan Data (dengan Mengenal Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar)

Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data. Cara paling mudah untuk mengenali mana peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar adalah memperhatikan prestasi belajar yang diperolehnya, memperbandingkan prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa tersebut dengan nilai rata-rata kelas atau pun dengan cara memperhatikan kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya (rangking).[3]

Menurut Sam Isbani dan R. Isbani, dalam pengumpulan data dapat dipergunakan sebagai metode, diantaranya adalah :

a. Observasi

b. Kunjungan Rumah

c. Case Study

d. Case history

e. Daftar Pribadi

f. Meneliti pekerjaan anak

g. Tugas Kelompok

h. Melaksanakan tes (baik tes IQ maupun tes prestasi)

Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya, kompkles atau tidak.[4]

2) Pengelolaan Data (Dengan Memahami Sifat dan Jenis Kesulitan Belajarnya)

Dalam pengelolaan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah :

a. Identifikasi kasus

b. Membandingkan antar kasus

c. Membandingkan dengan hasil tes

d. Menarik kesimpulan

Misalnya untuk mengetahui kesulitan dalam belajar ini, dapat dilihat dengan memperhatikan pada mata pelajaran-mata pelajaran apa saja siswa tersebut yang mendapat nilai rendah atau sangat rendah.

3) Diagnosa (Menetapkan Latar Belakang Kesulitan Beljar)

Diagnosa adalah keputusa (penentuan) mengenai hasil dari pengelolahan data. Diagnosa ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).

b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.

c. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar dan sebagainya.

Dalam rangka diagnose ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya :

a. Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak

b. Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak

c. Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak

d. Social Worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.

e. Ortopedagog, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak

f. Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah

g. Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah.

Dan sebagainya, tergantung pada kebutuhan.

Dalam prakteknya, tidak semua tenaga ahli tersebut selalu harus secara bersama-sama digunakan dalam setiap proses diagnosis, melainkan tergantung kepada kebutuhan dan juga kemampuan tentunya.

4) Prognosa (Menetapkan Usaha-usaha Bantuan)

Prognosa artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosa, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.

Dalam prognosa ini antara lain akan ditetapkna mengenai bentuk “treatment” (perlakuan) sebagai follow up diagnosa.

Dalam hal ini dapat berupa :

- Bentuk treatment yang harus diberikan

- Bahan/materi yang akan digunakan

- Alat-alat bantu belajar mengajar yang diperlukan

- Waktu (kapan kegiatan itu dilaksanakan)

5) Treatment (Pelaksanaan Bantuan)

Perlakuan di sini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosa tersebut. bentuk treatment yang dapat diberikan, adalah :

- Melalui bimbingan belajar kelompok

- Melalui bimbingan belajar individual

- Melalui pengajaran remedial dalam beberapa bidang studi tertentu

- Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis

- Melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada

Siapa yang harus memberikan treatment, tergantung pada bidang garapan yang harus dilaksanakan. Kalau yang harus diatasi terlebih dahulu itu ternyata penyembuhan penyakit kanker yang diderita oleh anak, maka sudah barang tentu seorang dokterlah yang berwenang menanganinya. Sebaliknya kalau bentuk treatmentnya adalah memberikan pengajaran remedial dalam bidang studi Matematika (misalnya), maka guru Matematikalah yang lebih tepat untuk melaksanakan treatment tersebut dan seterusnya.

6) Evaluasi

Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah treatment yang telah diberikan di atas berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil perlu ada pengecekan kembali ke belakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. mungkin program yang disusun tidak tepat, sehingga treatmentnya juga tidak tepat, atau mungkin diagnosanya yang keliru, dan sebagainya. Untu mengadakan pengecekan kembali di atas hasil treatment yang kurang berhasil, maka secara teoritis langkah-langkah yang perlu ditempuh, adalah sebagai berikut :

a. Re ceking data (baik itu pengumpulan maupun pengelolahan data)

b. Re diagnose d. Re treatment

c. Re prognosa e. Re evaluasi[5]

D. Remedial Teaching

1. Pengertian

Remedial teaching atau pengajaran perbaikan adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau dengan singkat : pengajaran yang membuat menjadi baik. Maka pengajaran perbaikan atau remedial teaching itu adalah bentuk khusus pengajaran yang berfungsi untuk menyembuhkan, membetulkan atau membuat menjadi baik. Seperti telah kita ketahui bahwa dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan dapat mencapai hasil sebaik-baiknya sehingga bila ternyata ada siswa yang belum berhasil sesuai dengan harapan maka diperlukan suatu proses pengajaran yang membantu agar tercapai hasil yang diharapkan. Dengan demikian perbaikan diarahkan kepada pencapaian hasil yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa melalui keseluruhan proses belajar mengajar dan keseluruhan pribadi siswa.

Dapat dikatakan pula bahwa pengajaran perbaikan itu berfungsi terapis untuk (penyembuhan). Yang disembuhkan adalah beberapa hambatan (gangguan) kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan belajar juga perbaikan pribadi dan sebaliknya. Remedial teaching berasal dari kata remedy (Inggris) yang artinya menyembuhkan. Istilah pengajaran remedial pada mulanya adalah kegiatan mengajar untuk anak luar biasa yang mengalami berbagai hambatan (sakit). Dewasa ini pengertian itu sudah berkembang. Sehingga anak yang normal pun memerlukan pelayanan pengajaran remedial (remedial teaching).

2. Perbandingan Pengajaran Biasa Dengan Pengajaran Perbaikan :

a. Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui belajar kemudian diadakan pelayanan khusus.

b. Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua siswa.

Pengajaran perbaikan tujuannya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama.

c. Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa, sedang metode dalam pengajaran perbaikan berdeferensial (sesuai dengan sifat, jenis dan latar belakang kesulitan).

d. Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team (kerja sama).

e. Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi (penggunaan test diagnostik, sociometri, alat-alat laboratorium dan lain-lain).

f. Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekatan individual.

g. Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.

3. Tujuan Pengajaran Perbaikan

Secara umum tujuan pengajaran perbaikan tidak berbeda dengan pengajaran biasa yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara khusus pengajaran perbaikan bertujuan agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan sekolah melalui proses perbaikan.

Secara terperinci tujuan pengaran perbaikan yaitu :

Ø Agar siswa dapat memahami dirinya khususnya prestasi belajarnya.

Ø Dapat memperbaiki/mengubah cara belajar ke arah yang lebih baik.

Ø Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat

Ø Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.

Ø Dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya.

4. Fungsi Pengajaran Perbaikan

Dalam keseluruhan proses belajar mengajar pengajaran perbaikan mempunyai fungsi :

a. Korektif

Artinya dalam fungsi ini pengajaran remedial dapat diadakan pembetulan atau perbaikan antara lain :

- Perumusan Tujuan

- Penggunaan metode

- Cara-cara belajar

- Materi dan alat pelajaran

- Evaluasi

- Segi-segi pribadi, dan lain-lain

b. Pemahaman

Artinya dari pihak guru, siswa atau pihak lain dapat lebih memahami siswa.

c. Penyesuaian

Penyesuaian pengajaran perbaikan terjadi antara siswa dengan tuntutan dalam proses belajarnya. Artinya siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga peluang untuk mencapai hasil lebih baik dan lebih besar. Tuntutan disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang kesulitan sehingga mendorong untuk lebih belajar.

d. Pengayaan

Maksudnya pengajaran perbaikan itu dapat memperkaya proses belajar mengajar. Pengayaan dapat melalui atau terletak dalam segi metode yang dipergunakan dalam pengajaran perbaikan sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya lebih kaya.

e. Akselerasi

Maksudnya pengajaran perbaikan dapat mempercepat proses belajar baik dari segi waktu maupun materi.

f. Terapsutik

Secara langsung atau pun tidak pengajaran perbaikan dapat memperbaiki atau menyembuhkan kondisi pribadi yang menyimpang.

5. Beberapa Metode dalam Pelaksanaan Remedial Teaching

a. Metode Diskusi

Metode ini dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah, yaitu dengan memberikan tugas kepada siswa agar siswa dapat berinteraksi dengan siswa yang lain, dengan metode ini siswa dapat :

- Berinteraksi dalam kelompok yang dapat menumbuhkan sikap percaya mempercayai

- Mengembangkan kerja sama antar pribadi

- Menumbuhkan kepercayaan diri

- Menumbuhkan rasa tanggung jawab

b. Metode Tugas

Metode ini dapat digunakan dalam rangka mengenal kasus dan dalam rangka pemberian bantuan. Dengan pemberian tugas-tugas tetentu baik secara individual maupun secara kelompok. Siswa yang mengalami kesulitan dapat ditolong. Dengan metode ini siswa diharapkan :

- Lebih memahami dirinya

- Dapat memperluas atau mendalam materi yang diperlajari

- Dapat memperbaiki cara-cara belajar yang pernah dialami

c. Kerja Kelompok

Metode ini hampir bersamaan dengan metode pemberian tugas dengan metode diskusi. Yang penting adalah interaksi antara anggota kelompok dengan harapan terjadi perbaikan pada diri siswa yang mengalami kesulitan belajar karena :

- Adanya pengaruh kelompok yang cakap dan berpengalaman

- Kehidupan kelompok dapat meningkatkan minat belajar. Kehidupan kelompok memupuk rasa tanggung jawab, saling memahami diri.

d. Metode Tutor

Tutor adalah siswa yang sebaya yang ditunjuk atau ditugaskan membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena berhubungan antara teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan guru dengan siswa. Pemilihan tutor ini didasarkan atas prestasi, punya hubungan sosial baik, dan cukup disenangi oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok sebagai pengganti guru. Dengan tutor ini ada kebaikannya yaitu :

- Adanya hubungan yang dekat dan akrab

- Tutor sendiri kegiatannya merupakan pengayaan dan menambah motivasi belajar

- Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri

e. Pengajaran Individual

Pengajaran individual adalah interaksi antara guru dan siswa secara individual dalam proses belajar mengajar. Pendekatan metode ini bersifat individual sesuai dengan kesulitanyang dihadapi siswa. Materi yang diberikan mungkin pengulangan, mungkin materi baru dan mungkin pengayaan apa yang telah dimiliki siswa.

Pengajaran individual ini bersifat teraputik artinya mempunyai sifat penyembuhan dengan cara memperbaiki cara-cara belajar siswa. Untuk melaksanakan pengajaran individual ini guru dituntut memiliki kemampuan membimbing dan bersikap sabar, ulet, rela, bertanggung jawab, menerima dan memahami dan sebagainya. Hasil yang diharapkan dalam pengajaran ini di samping adanya perubahan prestasi belajar juga perubahan pemahaman dalam diri siswa.

6. Prosedur Pelaksanaan Remedial Teaching

Remedial teaching yang merupakan salah satu bentuk bimbingan belajar dapat dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :

a) Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai titik tolak kegiatan-kegiatan berikutnya. Tujuan penelitian berikutnya. Tujuan penelitian kembali kasus ini adalah agar memperoleh gambaran yang jelas mengenai kasus tersebut, serta cara dan kemungkinan pemecahannya. Berdasar atas penelitian kasus akan dapat ditentukan murid-murid yang perlu mendapatkan remedial teaching. Kemudian ditentukan besarnya kelemahan yang dialami dan dalam bidang studi apa saja mengalami kelemahan.

Dalam langkah pertama ini juga dibahas mengenai faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, baik yang berasal dari diri sendiri maupun yang berasal dari luar dirinya, yang berasal dari dalam diri misalnya :

- Tingkat kecerdasannya

- Motivasi untuk berprestasi

- Sikap dalam belajar

- Kebiasaan belajar

- Penguasaan pengetahuan dasar

Sebab penyebab yang berasal dari luar :

- Keterbatasan sumber belajar

- Kecocokannya dengan program yang diambil

- Kurang tepat cara mengajar

- Fasilitas yang terbatas

- Kurang serasi hubungan guru dan murid

- Pengaruh lingkungan terhadap belajar

- Tuntutan dari lembaga (program) yang terlalu tinggi dan lain-lain.

b) Menentukan tindakan yang harus dilakukan : dalam langkah ini sebagai kelanjutan langkah pertama di atas dilakukan usaha-usaha untuk menentukan karakteristik kasus yang ditangani tersebut. Apakah kasus tersebut termasuk klasifikasi berat, cukup atau ringan. Kasus yang cukup bila murid telah mampu menemukan pola belajar tetapi belum dapat berhasil karena ada hambatan psikologis. Kasus yang ringan bila murid belum menemukan cara belajar yang baik. Kasus yang berat adalah di samping belum memiliki cara belajar yang baik, juga memiliki hambatan emosional.

Setelah karakteristik harus ditentukan, maka tindakan pemecahan perlu dipikirkan, yaitu :

- Kalau kasusnya ringan, tindakan yang ditentukan adalah memberikan remedial teaching

- Kalau kasusnya cukup dan berat, maka sebelum diberikan remedial teaching harus diberi layanan konseling lebih dahulu, yaitu untuk mengatasi hambatan-hambatan emosional yang mempengaruhi cara belajarnya.

c) Pemberian layanan kasus yaitu bimbingan dan konseling. Dalam hal ini dapat dilakukan oleh petugas-petugas BP atau psikolog ataupun konselor yang ahli dalam bidangnya. Atau dapat juga bentuk konseling di sini adalah psikoterapi yang dilakukan oleh ahlinya (psikolog atau psikiater). Tetapi adakalanya kasus ini dapat dilakukan oleh guru sendiri bila masalah yang dihadapi oleh :

1. Kasus yang mempunyai latar belakang kurang motivasi dan minat belajar. Dalam hal ini cara yang ditempuh adalah :

a) Menghindarkan anak dari pernyataan-pernyataan yang negatif yang dapat melemahkan belajar

b) Menciptakan suasana kompetitif yang sehat

c) Memberikan dorongan agar lebih berhasil dalam belajar pada waktu-waktu berikutnya

d) Memberikan hukuman bila terjadi kealpaan secara bijaksana dan adil

e) Memberi pujian secara wajar

2. Kasus yang mempunyai latar belakang sikap negatif terhadap guru. Untuk ini langkah yang dapat dilakukan adalah :

a) Menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan murid, dan murid dengan murid

b) Menciptakan iklim sosial yang sehat dalam kelas

c) Memberikan pengalaman yang menyenangkan

3. Kasus yang mempunyai latar belakang kebiasaan belajar yang salah. Dalam hal ini cara yang dapat dilakukan adalah :

a) Menunjukkan akibat dari kebiasaan belajar yang salah

b) Memberikan kesempatan berlatih dengan pola-pola belajar yang baru

4. Kasus yang berlatar belakang ketidak cocokan antara keadaan pribadi dengan lingkungannya dan programnya. Untuk itu dapat diberikan saran :

a. Memberi bimbingan informasi dalam memilih program dan cara belajar

b. Pengenalan dengan memberikan wawasan tentang program yang ditempuh

Mengenai berhasil tidaknya layanan pada langkah ke 3 ini, beberapa indicator dapat dipakai, yaitu :

1) Menunjukkan minat untuk mencari pemecahan masalahnya

2) Menunjukkan kesediaan kerjasama dengan petugas-petugas BP

3) Adanya sikap terbuka karena ketegangan mulai berkurang

4) Mulai menyadari masalahnya secara realistis

5) Menunjukkan sikap yang positif dalam memilih langkah pemecahan berikutnya

6) Menunjukkan kesediaan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan

d) Langkah pelaksanaan remedial teaching

Sasaran pokok dari langkah ini adalah peningkatan prestasi maupun kemampuan menyesuaikan diri sesuai dengan ketentuan yang telah diterapkan sebelumnya oleh guru.

e) melakukan pengukuran kembali terhadap prestasi belajar. Dengan diselesaikannya pelaksanaan remedial teaching, maka selanjutnya dilakukan pengukuan terhadap perubahan pada diri murid yang bersangkutan. Apabila dia sudah dapat mencapai apa yang telah direncanakan dalam kegiatan remedial teaching atau belum. Untuk mengetahui hal itu dilakukan pengukuran terhadap prestasinya kembali dengan alat tes sumatif seperti yang dipergunakan pada proses belajar mengajar yang sesungguhnya.

f) Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik. Hasil pengukuran yang dilakukan pada langkah ke-5 kemudian ditafsirkan dengan membandingkan dengan criteria seperti pada proses belajar mengajar yang sesungguhnya. Adapun hasil penafsiran itu dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu :

1. Kasus menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang diharapkan

2. Kasus menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang diharapkan

3. Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi

Sebagai tindak lanjut dari langkah remedial teaching adalah adanya 3 kemungkinan :

1. Bagi kasus yang berhasil, maka selanjutnya diteruskan ke program berikutnya

2. Bagi kasus yang belum berhasil sepenuhnya diserahkan pada pembimbing untuk diadakan pengayaan

3. Bagi kasus yang belum berhasil, perlu didiagnosis lagi untuk mengetahui letak kelemahan remedial teaching untuk selanjutnya diadakan ulangan dengan alternatif yang sama[6]

BAB II

MENGENAL ANAK DIDIK DENGAN LD

A. Peserta Didik Penderita Disleksia

1. Pengertian Disleksia

Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis.

Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.

2. Faktor-faktor penyebab

a. Faktor keturunan

Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.


b. Problem pendengaran sejak usia dini

Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli. Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah diperlukan.


c. Faktor kombinasi

Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa. Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.

3. Ciri-ciri Penderita Disleksia

1. Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.

2. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.

3. Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.

4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.

5. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.

6. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.

7. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.

8. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.

9. Rancu dalam memahami konsep kiri­-kanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.

10. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras

11. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.

12. Sulit mengikat tali sepatu.

13. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.

14. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi tertulis.

15. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.

16. Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.[7]

4. Cara Penanganan Penderita Disleksia

Apa yang dapat dilakukan

Ø Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru

Ø Anak duduk di barisan paling depan di kelas

Ø Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50

Ø Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)

Ø Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.

Ø Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat:g, c, o, d, a, s, q, bentuk zig zag:k, v, x, z, bentuk linear:j, t, l, u, bentuk hampir serupa:r, n, m, h.

Ø Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal.

Ø Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.[8]

5. DISLEKSIA MAMPU BERPRESTASI

Menurut Prof John Stein (Universitas Oxford) dan Prof Tony Monaco dari sebuah pusat penelitian tentang gen manusia, sekitar 90 persen penderita disleksia adalah kaum pria.
Ada tiga gen sama yang berhubungan dengan disleksia dalam sampel darah para penderita. Penemuan ini membuktikan bahwa disleksia memang disebabkan faktor keturunan atau bawaan (genetik).

Keduanya mempelajari sampel deoxyribonucleic acid (DNA), yang terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga. Hasil penelitian menunjukkan, anak dengan kelainan disleksia dilahirkan dari keluarga dengan kesulitan kronis dalam membaca / mengeja, meski tingkat intelijensinya cukup tinggi.

Dengan demikian, pengidap disleksia sama sekali bukan orang bodoh. Bahkan tidak sedikit tokoh besar yang mengidap kelainan ini. Misalnya Presiden AS George W Bush, yang ketahuan mengidap disleksia saat kampanye pemilihan presiden tahun 2000.

Saat kampanye, Bush sering mengucapkan kata-kata yang salah penggunaannya. Misalnya, mengatakan pacemaker (alat pacu jantung), ketika sebenarnya hendak mengatakan peacemaker (pencipta perdamaian). Ia pun gagal mengatakan bea dan cukai (tarrifs and barriers), karena kata yang diucapkannya adalah tarrifs and terriers. Padahal, terrier merupakan salah satu jenis anjing peliharaan. Dalam pengamatan beberapa kalangan medis, Bush melakukan kesalahan pengucapan ini secara konsisten, yang menandakan bahwa ia mengidap kelainan disleksia.

Dalam ilmu psikiatri, ada beberapa bentuk klinis disleksia. Pertama, sulit menyebutkan nama benda (anomi), meski amat sederhana sekalipun. Misalnya mengucapkan kata pensil, sendok, dan arloji. Padahal penderita hafal/ mengenal benda-benda itu. Kedua, sulit menuliskan huruf. Misalnya ''b'' ditulis atau dibaca ''d''; huruf p ditulis / dibaca ''q'', dan lain-lain. Ketiga, salah mengeja atau membaca rangkaian huruf tertentu. Misalnya left dibaca / ditulis felt; brand dibaca / ditulis band, ibu dibaca / ditulis ubi; dan sebagainya.

Bisa Berprestasi

Satu hal yang menggembirakan, penderita disleksia masih berkesempatan untuk berprestasi, bahkan melebihi anak-anak normal pada umumnya. Jadi, meskipun sulit membaca kata, biasanya tidak mengalami kesulitan dalam membaca angka atau not balok musik, kecuali penderita disleksia angka. Hal ini sudah dibuktikan beberapa penderita, baik di dalam maupun di luar negeri. Mengapa bisa demikian? Karena anak-anak pengidap disleksia memang bukan anak bodoh. Tentu diperlukan penanganan dini dari pihak orang tua, disertai ketekunan dalam memotivasi anak. Begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia, berikan terapi sedini mungkin. Latihan remedial teaching (terapi mengulang) dengan penuh kesabaran dan ketekunan biasanya akan membantu anak mengatasi kesulitannya.

Berikan motivasi berupa pujian atau hadiah kecil setiap kali anak berhasil mengatasinya. Hal ini makin sangat membantu. Untuk penderita yang dibarengi gangguan penyerta, tambahkan dengan terapi perilaku. Sedangkan bagi penderita yang kesulitan berbicara, tambahan terapi bicara kepadanya.

Apabila seseorang hanya mengalami disleksia murni, biasanya gangguan ini hanya terjadi pada tahap usia tertentu saja. Pada saat pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia akan dapat mengatasinya. Meski demikian, terapi tadi harus dilakukan begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia.[9]

B. Peserta Didik Penderita Diskalkulia

1. Pengertian

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusatpada periode perkembangan. Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidaktepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah.

Faktor genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri. Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

2. Faktor Penyebab Gangguan Matematika (Diskalkulia)

a. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

b. Bermasalah dalam hal mengurutkan informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

c. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. trauma tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya, gurunya suka marah-marah, galak atau memiliki wajah seram sehingga membuat anak-anak menjadi takut dan mengakibatkan dirinya sulit menerima pelajaran tersebut.

Selain itu ketakutan yang sebenarnya dari pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang didapatkannya salah, karena jawaban yang salah berarti kegagalan sehingga anak dituntut untuk selalu bisa memberikan jawaban yang benar.Padahal jawaban yang salah bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami konsep matematika dan menganalisis pikirannya.

Guru yang mengajar pun sebaiknya tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak justru akan semakin takut dan membenci pelajaran tersebut.[10]

3. Ciri-ciri Penderita Diskalkulia

] Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan spasial (kemampuan memahami bangun ruang). Dia juga kesulitan memasukkan angka-angka pada kolom yang tepat.

] Kesulitan dalam mengurutkan, misalkan saat diminta menyebutkan urutan angka. Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan, serta disorientasi waktu (bingung antara masa lampau dan masa depan).

] Bingung membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama,misalkan angka 7 dan 9, atau angka 3 dan 8. Beberapa anak juga ada yang kesulitan menggunakan kalkulator.

] Umumnya anak-anak diskalkulia memiliki kemampuan bahasa yang normal (baik verbal, membaca, menulis atau mengingat kalimat yang tertulis).

] Kesulitan memahami konsep waktu dan arah.Akibatnya,sering kali mereka datang terlambat ke sekolah atau ke suatu acara.

] Salah dalam mengingat atau menyebutkan kembali nama orang.

] Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi pertanyaan penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Orang dengan diskalkulia tidak bisa merencanakan keuangannya dengan baik dan biasanya hanya berpikir tentang keuangan jangka pendek.Terkadang dia cemas ketika harus bertransaksi yang melibatkan uang (misalkan di kasir).

] Kesulitan membaca angka-angka pada jam, atau dalam menentukan letak seperti lokasi sebuah negara, kota, jalan dan sebagainya.

] Sulit memahami not-not dalam pelajaran musik atau kesulitan dalam memainkan alat musik. Koordinasi gerak tubuhnya juga buruk, misalkan saat diminta mengikuti gerakan-gerakan dalam aerobik dan menari. Dia juga kesulitan mengingat skor dalam pertandingan olahraga.[11]

4. Cara Penanganan Disklakulia

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh. Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:

a. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya.

b. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.

c. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.

d. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.

e. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.

f. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

g. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.

h. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.[12]

DAFTAR PUSTAKA

http.//belajarpsikologi.com/pengertian-kesulitan-belajar, Tgl.12-05-2011, Pkl 21 : 22

Drs. Abu Ahmadi. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Dra. Hallen A.,M.Pd. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat Pers

Fitriyana Fauziah S.Psi. www.makalahpsikologi.blogspot.com Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 21:19 WIB

Pempem. www.p3mp3m.wordpress.com Didownload tgl : 24 Mei 2011. Pukul : 20:13 WIB

Suara Merdeka Cybernews. www.suaramerdeka.com Didownload tgal : 26 Mei 2011. Pukul : 21.30

Devi Anggraeni. www.devianggraeni90.wordpress.com/faktor-penyebab-gangguanmatematika-diskalkulia/ Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul 21:59 WIB

Didan. www.eldido.blog.friendster.com//diskalkulia Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 22 : 05 WIB

www.tyaset4.blog.com/terapi-untuk-diskalkulia/ Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 22:33 WIB



[1] http.//belajarpsikologi.com/pengertian-kesulitan-belajar, Tgl.12-05-2011, Pkl 21 : 22

[2] Drs. Abu Ahmadi. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. h. 75-88

[3] Dra. Hallen A.,M.Pd. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat Pers, h. 139

[4] Drs. Abu Ahmadi. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. h. 92

[5] Ibid. h. 92-95

[6] Ibid. h. 174-179

[7] Fitriyana Fauziah S.Psi. www.makalahpsikologi.blogspot.com Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 21:19 WIB

[8] Pempem. www.p3mp3m.wordpress.com Didownload tgl : 24 Mei 2011. Pukul : 20:13 WIB

[9] Suara Merdeka Cybernews. www.suaramerdeka.com Didownload tgal : 26 Mei 2011. Pukul : 21.30

[10] Devi Anggraeni. www.devianggraeni90.wordpress.com/faktor-penyebab-gangguan-matematika-diskalkulia/ Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul 21:59 WIB

[11] Didan. www.eldido.blog.friendster.com//diskalkulia Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 22 : 05 WIB

[12] www.tyaset4.blog.com/terapi-untuk-diskalkulia/ Didownload tgl : 26 Mei 2011. Pukul : 22:33 WIB

2 komentar:

  1. Assalamualaikum.. Mbak, saya senang menulis skripsi tentang motivasi dan kesulitan belajar.. kalau boleh tau referensi tentang faktor kesulitan belajar ny dari mana ya mbak? Terimakasih

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum.. Mbak, saya senang menulis skripsi tentang motivasi dan kesulitan belajar.. kalau boleh tau referensi tentang faktor kesulitan belajar ny dari mana ya mbak? Terimakasih

    BalasHapus