BAB I
PENDAHULUAN
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu bentuk proses representasi kognitif, akan tetapi di sisi lain dalam pemecahan masalah juga diperlukan adanya suatu proses belajar. Bila kita berhasil memecahkan suatu masalah kita akan mendapat sebuah pemahaman, yang kemudian dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah-masalah lain yang mungkin terdapat kesamaan di waktu yang berbeda. Dan setiap kali kita pecahkan masalah, kita mempelajari sesuatu yang baru. Karena itu memecahkan masalah merupakan suatu bentuk belajar.
Ada dua macam tipe masalah yaitu: (1) masalah yang sudah jelas dan langsung dapat dipecahkan (defined problem), dalam hal ini tidak begitu dipermasalahkan lebih jauh. Akan tetapi ada juga (2) masalah yang tidak jelas (ill defined problem) sehingga dalam pemecahannya membutuhkan suatu pemahaman (insight) dan menggunakan salah satu pendekatan yaitu analogi. Pemecahan masalah secara analogi ini juga memiliki kesamaan dengan proses belajar yang diciptakan oleh Kohler dan Koffka dalam teori gestaltnya yaitu insight learning.
BAB II
PEMBAHASAN
INSIGHT LEARNING (WOLFGANG KOHLER)
A. Biografi Wolfgang Kohler
Wolfgang Kohler, lahir di Reval, Estonia, Rusia, 21 Januari 1887. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah saudara-saudara perempuannya ada yang menjadi pendidik dan ada pula yang menjadi perawat dan kakaknya adalah seorang ilmuwan terkemuka. Dimasa kecilnya Kohler sangat tertarik pada sains, musik klasik, dan piano. Kohler menempuh pendidikan di Tubingen (1905-1906), Bonn (1906-1907), dan Berlin (1907-1909). Di Berlin inilah ia memperoleh gelar Ph.D. dengan disertasinya tentang psiko-akustik.
Setelah mendapatkan gelar doktor, Köhler bekerja di lembaga Psikologi di Frankfurt (1910-1913) dengan Max Wertheimer dan Kurt Koffka. Mulai dari sinilah Kohler dan kawan-kawan melahirkan psikologi Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti “keseluruhan”. Untuk memperkuat teorinya Kohler mengadakan penelitian pada sembilan Simpanse yang terkurung pada beberapa sangkar. Salah satu dari Simpanse tersebut bernama Sultan. Penelitian tersebut dilakukan selama kurang lebih tujuh tahun yang dimulai dari tahun 1913. Pulau Canary menjadi pilihan Kohler dalam melakukan eksperimen.
Kohler memberikan kontribusi yang besar di bidang psikologi. Dia menulis secara ekstensif pada penelitian hewan dan pada pemahaman persepsi manusia. Semasa hidupnya Kohler mendapat beberapa penghargaan sebagai berikut. Kohler meninggal pada tanggal 11 Juni 1967 di Enfield, New Hampshire, Amerika Serikat. [1]
B. Pengertian Insight Learning
Teori Gestalt dikembangkan ole Kohler dan kawan-kawan. Teori ini berbeda dengan teori – teori yang telah dijelakan terdahulu. Menurut teori Gestalt, belajar addalah prose mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behaviouritik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku. Dengan demikian, maka belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang dihadapi itu anak akan mendapat insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.[2]
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a. Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah, maka akan semakin sulit untuk diatasi.
d. Latihan
Latihan yang rutin akan meningkatkan kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan
e. Trial and Error
Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.[3]
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut Teori Gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Transisi dari presolution ke solution itu terjadi secara tiba-tiba (suddenly).
b. Pemecahan masalah yang diperoleh dengan insight akan tetap tinggal untuk waktu yang lama.
c. Performance yang didasarkan atas insight biasanya smooth dan bebas dari kesalahan.
d. Pemecahan atau prinsip yang diperoleh dengan insight akan mudah dialihkan/dikenakan pada masalah yang lain. Hal ini akan jelas dalam kaitannya dengan transposition.[4]
e. Kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
f. Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
g. Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya. [5]
C. Eksperimen Kohler
Untuk mendukung teorinya, Wolfgang Kohler melakukan eksperimen pada Simpanse. Eksperimen tersebut dilakukan di Pulau Canary tahun 1913 – 1920. Berikut ini adalah eksperimen yang dilakukannya.
Eksperimen I
Wolfgang Kohler membuat sebuah sangkar yang didalamnya telah disediakan sebuah tongkat. Simpanse kemudian dimasukkan dalam sangkar tersebut, dan di atas sangkar diberi buah pisang. Melihat buah pisang yang tergelantung tersebut, Simpanse berusaha untuk mengambilnya namun selalu mengalami kegagalan. Dengan demikian Simpanse mengalami sebuah problem yaitu bagaimana bisa mendapatkan buah pisang agar dapat dimakan. Karena didekatnya ada sebuah tongkat maka timbullah pengertian bahwa untuk meraih sebuah pisang harus menggunakan tongkat tersebut.
Eksperimen II
Pada eksperimen yang kedua masalah yang dihadapi oleh Simpanse masih sama yaitu bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di dalam sangkar tersebut diberi dua tongkat. Simpanse mengambil pisang dengan satu tongkat, namun selalu mengalami kegagalan karena buah pisang diletakkan semakin jauh di atas sangkar. Tiba-tiba muncul insight (pemahaman) dalam diri Simpanse untuk menyambung kedua tongkat tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu, Simpanse menggunakannya untuk mengambil buah pisang yang berada di luar sangkar. Ternyata usaha yang dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.
Eksperimen III
Dalam eksperimen yang ketiga Wolfgang Kohler masih menggunakan sangkar, Simpanse, dan buah pisang. Namun dalam eksperimen ini di dalam sangkar diberi sebuah kotak yang kuat untuk bisa dinaiki oleh Simpanse. Pada awalnya Simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkar, tetapi ia selalu gagal. Kemudian Simpanse melihat sebuah kotak yang ada di dalam sangkar tersebut, maka timbullah insight (pemahaman) dalam diri Simpanse yakni mengambil kotak tersebut untuk ditaruh tepat dibwah pisang. Selanjutnya, Simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.
Eksperimen IV
Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga, yaitu buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak ditinggikan, sementara di dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula Simpanse hanya menggunakan kotak satu untuk meraih pisang, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di atas susunan kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas sangkar dengan tangannya. [6]
Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa Simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat memecahkan problemnya dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya. [7]
Melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt, disusunlah hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan yaitu sebagai berikut ;
1. Hukum Pragnaz
Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak kearah penuh arti (pragnaz). Menurut hukum ini, jika seseorang mengamati sebuah atau sekelompok objek, maka orang tersebut akan cenderung memberi arti terhadap objek yang diamatinya.
2. Hukum kesamaan (the law of similarity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt atau kesatuan.
3. Hukum keterdekatan (the law of proximity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk kesatuan.
4. Hukum ketertutupan (the law of closure)
Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5. Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan (kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan atau gestalt.
D. Implikasi Teori Kohler Dalam Proses Pembelajaran
Teori yang di rumuskan oleh Kohler mempunyai implikasi dalam proses pembelajaran, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemahaman (insight) memegang peranan penting dalam prilaku. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki insight yang kuat.
2. Untuk menunjang pembentukan insight, maka guru harus melaksanakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), hal itu bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi, memilih metode dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
3. Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior). Prilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik memahami tujuan pembelajaran.
4. Setiap individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada (life space). Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Menurut pandangan teori Gestalt, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk dipergunakan memecahkan masalah dalam situasi lain. Maka guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
6. Education is social process of change in the behavior of living organisms. (Kohler, 1926). Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk mendesain pembelajaran yang melibatkan beberapa komponen yaitu guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wolfgang Kohler adalah salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan 1971. Sebagai suatu konsep, pemahaman (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir.
Menurut gestalt, belajar adalah gejala kognitif pada organisme untuk mendapatkan penyelesaian problema yang dihadapi. Dalam proses belajar sesuai dengan teori insight learning yang diajukan oleh Kohler dan Koffka, langkah pertama untuk memcahkan masalah adalah melalui proses coba-coba dan salah, setelah menemukan suatu cara dalam pemecahan masalah tersebut, seseorang akan dengan mudah untuk mengulang cara yang sama sesuai pengalaman yang lalu meskipun masalahnya agak berbeda. Hal ini memiliki kesamaan cara pemecahan masalah melalui teori kognitif yaitu algoritmik dan analogi. Yang mana dengan cara algoritmik kita memecahkan masalah itu melalui trial and error, sedangkan dengan cara analogi kita memecahkan masalah berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialaminya.
[1]http://miftahridlo.wordpress.com/2010/01/04/gestalt-theory-tatapan-sepintas-terhadap-teori-gestalt-wolfgang-kohler/
[2] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta ; 2006. hlm 120 -122
[4] Damayanti, Nefi. Psikologi Belajar. hlm 75.
[5] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta ; 2006 hlm 121
[6] Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jogjakarta: Global Pustaka Ilmu
[7] Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
terimakasih banyak, infonya sangat membantu :D
BalasHapus